Minggu, 24 Agustus 2008

Makalah Konker PAPDI Palembang, 2006


PENGARUH PENAMBAHAN DEKSAMETASON DOSIS TINGGI

SAMPAI 2 HARI DALAM MENURUNKAN MORTALITAS SEPSIS, MEMPERCEPAT HILANGNYA SIRS DAN MEMPERPANJANG HARI KEMATIAN SEPSIS

Posma Budianto, Akmal Sya'roni

ABSTRACT

Background: The prevalence and the mortality rate of sepsis is still high although the adequate management had implemented. The recent studies emphasized the inflammatory cascade of sepsis, such as the use of anti-inflammatory regimen (such as dexamethasone). Schumer studied the use of dexamethasone compared with placebo, the mortality ratio was 9,3% : 38,4%.

Objectif: To determine the affect of high dose dexamethasone (3 mg / kg bw, continued 1 mg / kg bw every six hours till 2 days) add on standard therapy compared with standard therapy only in: a.sepsis mortality rate; b. the duration of SIRS’s symptom and c. the duration of mortality.

Methods: This was open randomized clinical trial with add on therapy. We estimated 16 Subjects each group. The inclusion criteria were : 15-50 years old, lived in South Sumatera Province. The exclusion criteria were: pregnant, diabetes mellitus, malignancy, adrenal gland disease, peptic ulcer, irreversible shock, coma, etc. Drop out criteria were: death before 5 hours after all sepsis therapy had done, life threatening side effect, and Subject rejected to continue the trial. All Subject were randomized in 2 groups. Each group were gave standard therapy, such as: resuscitation, antibiotics (cefotaxime 2x1g i.v, gentamisine 2x 80 mg i.v, metronidazole 3x 500 mg oral) and supportif therapy if necessary. One Group we added on dexamethasone 3 mg / kg bw, continued 1 mg / kg bw every six hours till 2 days and the other group wasn’t. We followed up all Subjects untill 28 days.

Results : We enrolled 37 Subjects, 5 Subjects drop out. Sixteen Subjects were treated with standard therapy added on dexamethasone and the other group were treated with standard therapy only. The mortality rate of dexamethasone group vs standard therapy group were 31,25% vs 50% (p = 0,280). The duration of SIRS’s symptom of dexamethasone group vs standard therapy group were 6,64 + 5,57 days vs 8,38 + 4,66 days (p=0,483). The duration of mortality of dexamethasone group vs standard therapy group were 10 + 10,39 days vs 3,88 + 3,14 (P=0,140).

Conclusions: a. The mortality rate was lower, the recovered of SIRS’s symptom was shorter and the duration of mortality was longer in dexamethasone group than the standard therapy group, even it were not significant statistically.

PENDAHULUAN

Sepsis cukup banyak terjadi, di Amerika Serikat terjadi peningkatan kejadian dari 73,6/ 100.000 (1979) ke 175,9/ 100.000 (1987). Mortalitas tinggi yaitu 30% (sepsis berat) dan 60% (syok sepsis). 1 Di Indonesia mortalitas lebih tinggi, yaitu 56,83% (yogyakarta),2 54,17% (Palembang) 3, bahkan di Solo (2004) didapatkan 83,1% Pasien sepsis meninggal.4

Suatu pengenalan dini sepsis dapat digunakan parameter-parameter systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang ditandai dengan dua atau lebih gejala : temperatur (> 38 ° celcius / < 36° celcius), heart rate (> 90 x / menit), respiratory rate (> 20x/menit / PaCO2 <32 mmHg),WBC (>12.000/mm3, < 4000/mm3, atau > 10% bentuk immature (WBC muda, batang). 5,6 Sepsis ditandai adanya SIRS dan dibuktikan atau diduga kuat adanya infeksi. 7,8 Bakteriemia ditandai adanya viable bakteri dalam darah. 9 Syok sepsis adalah kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan hipotensi arterial yang persisten dan tidak dapat dijelaskan oleh sebab lain. Hipotensi diartikan tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg , MAP <70 mmHg, atau pengurangan tekanan darah sistolik 40 mmHg dari tekanan darah biasanya, walaupun dengan resusitasi cairan yang adekuat (minimal 1 jam) 7,8

Multiple Organ Failure melambangkan gangguan fungsi lebih 1 organ pada pasien yang penyakit akut sedemikian luas sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. 10 Dapat dinilai antara lain dengan sepsis-related organ faillure assessment (SOFA) score, yang menilai : Sistem saraf pusat, glascow coma scale; Sistem homeostasis, trombosit ( dalam /mm3); Sistem traktus urinarius, kreatinin ( dalam mg/ dL ); Sistem hepatobilier, bilirubin total ( dalam mg/ dL); Sistem kardiovaskuler, penghitungan tekanan darah dan dosis penggunaan adrenergik agent; Sistem pernapasan, PaO2/FiO2 dimana FiO2 = konsentrasi oksigen inspirasi (udara kamar = 0,21). Setiap pemberian 1 liter/ menit O2 dari kanul oksigen akan meningkatkan FiO2 sebesar 4%. 11

Kaskade inflamasi dari adanya endotoksin sampai terjadinya syok sepsis digambarkan Silverman pada gambar di bawah ini. 12

Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbulah reaksi inflamasi. Meskipun dasar proses inflamasi sama, namun intensitas tidak sama, tergantung luas jejas dan reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas saja atau dapat meluas serta menyebabkan tanda dan gejala sistemik.13,14

Pada zaman praantibiotika definisi sepsis adalah sindroma klinik yang disertai dengan bakteri dalam darah. Sesudah era antibiotika banyak ditemukan tidak adanya bakteri dalam darah sehingga definisi sepsis berubah dan berbeda dengan bakteriemia. Timbul pendapat baru bahwa sepsis disebabkan oleh endotoksin dan eksotoksin yang dapat secara langsung menyebabkan sepsis sehingga perubahan kadar endotoksin dan eksotoksin berkorelasi dengan derajad sepsis.5,13

Masih belum memuaskannya penurunan mortalitas sepsis membuat para ahli membuat beberapa kesepakatan, dimana penegakan diagnosis lebih ditekankan lagi untuk mencegah terapi inadekuat akibat ketidakwaspadaan para klinikus akan sindroma ini. Secara ringkas strategi penatalaksanaan yang disepakati (evidence base medicine) adalah: Diagnosis dini (grade D,E) dengan cara mengidentifikasi: mikroorganisme penyebab, penyakit dasar, faktor pencetus, terlibatnya organ tubuh, melakukan biakan, serologik, pemeriksaan mikroskopis, radiografi dan pemantauan serta terapi sesuai dengan Surviving sepsis campaign guidelines for management of severe sepsis and septic shock yang dideklarasikan di Barcelona tahun 2004 . 15

Penelitian yang dipublikasikan tahun 1987 yang menyertakan 605 penderita menyimpulkan bahwa kortikosteroid (KS) dosis tinggi tidak menguntungkan..16 Lefering dan Neugebauer, melakukan meta-analisis dan menyimpulkan tidak ada bukti kegunaan KS pada sepsis, tapi tampaknya ada efek pada septikemia akibat bakteri gram negatif. 17

Penelitian yang mendukung penggunanan KS antara lain: Briegel (hidrokortison 100 mg bolus dilanjutkan 0,18 mg/kg BB /jam per-infus), terbukti dapat menurunkan kadar IL 6, IL 8 dan SOFA score pada pasien syok sepsis di hari ke 5 pemberian. 18 Annane (50 mg hidrokortison 4 kali sehari intravena ditambah fludrokortison 50 mg sehari peroral, selama 7 hari) menunjukan berkurangnya mortalitas. 19 Schumer (deksametason 3 mg/ kg berat badan bolus dan metil prednisolon 30 mg/kg berat badan) didapatkan hasil mortalitas deksametason 9,3%, metil prednisolon 11,6%, dan plasebo 38,4% 20

Deksametason dipilih karena sifat antiinflamasinya 25 kali lebih besar dari hidrokortison, dan masa paruh plasmanya 110-210 menit 21 Efek samping penggunaan KS antara lain: adrenal insufisiensi akut (demam, antralgia, mialgia, malaise) gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, kerentanan terhadap infeksi, ulkus peptikum, osteoporosis, miopati, katarak, terhentinya pertumbuhan, gangguan habitus, striae, jerawat, dan hirsutisme.22,23

TUJUAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk menilai penurunan mortalitas 28 hari, cepatnya hilang SIRS dan lamanya hari meninggal Pasien sepsis yang ditambahkan deksametason dalam dosis tinggi sampai 2 hari.

Hipotesis nihil ( Ho) : Penambahan deksametason dosis tinggi sampai 2 hari: a. tidak menurunkan mortalitas 28 hari, b. tidak mempercepat hilangnya SIRS dan c.tidak memperpanjang hari meninggal Pasien sepsis. Sedangkan hipotesis alternatif (H1) penambahan deksametason dosis tinggi sampai 2 hari: a. menurunkan mortalitas 28 hari, b. mempercepat hilangnya SIRS dan c.memperpanjang hari meninggal Pasien sepsis.

HipoHH

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat uji klinik acak berpembanding terbuka secara add on.

Penelitian ini dilakukan di Bangsal Penyakit Dalam FK UNSRI / RS dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2005 sampai tercapai jumlah Sampel pada kedua kelompok. Sampel penelitian ini adalah pasien baru dengan diagnosis sepsis, dari estimasi:

N = ímÖ P1 (1- P1) + P2 (1- P2) + V Ö P1 (1 - P1 )ý2

(P1 - P2) 2

= í0,84 Ö 0,1275 + 0,2475 + 1,96 Ö 0,21ý2

0,09

= 15,6 ( dibulatkan menjadi 16 Sampel ).

Keterangan:

- N = Besarnya jumlah Sampel masing-masing kelompok.

- V = 1,96 ( nilai standar untuk derajad kepercayaan 95%, a = 0,05).

- m = 0,84 ( nilai standar untuk kekuatan / power 80%).

- P1 = Target sukses kelompok dengan deksametason = 85%.

- P2 = Target sukses kelompok dengan plasebo = 55%.

- P1 = (P1+P2) / 2.

Penyertaan Subjek : laki-laki dan wanita usia 15-50 tahun, bertempat tinggal di Propinsi Sumatera Selatan dengan alamat yang lengkap dan jelas, bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani inform concent oleh penderita (kalau kesadaran kompos mentis, glascow coma scale> 13) dan oleh keluarga kalau kesadaran menurun (GCS <13).

Subjek yang ditolak : wanita hamil, memiliki penyakit adrenal/adrenalectomy, keganasan, diabetes melitus, ulkus peptikum, penyakit jantung kongestif, psikosis, osteoporosis, herpes zoster, HIV, dalam 2 minggu terakhir dalam pengobatan KS, hemorrhagic shock, luka bakar, miokard infark, gagal ginjal kronik, kegagalan hati/ radang hati kronis, intubasi endotrakeal,trauma kapitis/medula spinalis, syok sepsis irreversibel, koma (GCS 3).

Subjek dikeluarkan: meninggal dunia < 5 jam setelah penatalaksanaan sepsis secara lengkap, menolak melanjutkan penelitian, terjadi efek samping berat (diduga akibat deksametason).

Cara kerja: pada semua Pasien yang memenuhi kriteria penyertaan dilakukan : anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama yang memenuhi kriteria SIRS, lalu diberikan inform consent.

Perlakuan terhadap subjek penelitian:

1. Semua Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium/ penunjang untuk menunjang diagnosis dan menghitung SOFA score.

2. Semua Pasien diberikan terapi dasar, seperti: resusitasi cairan, oksigen 3 L/menit,6 nutrisi: energi (30-40 kcal/kg/hari), protein (1-1,5 g/kg /hari).24 bila Pasien GCS < 13 diberikan diet cair 1500 kalori, terapi suportif,15 profilaksis stress ulcer dan tromboemboli, 15 follow up tanda vital perjam, intake-output dan keluhan perhari.

3. Setelah pemeriksaan laboratorium, pasien diacak dalam kelompok terapi baku saja (K1) dan kelompok terapi baku yang ditambahkan deksametason (K2). Lalu diberikan:

· Antibiotika: cefotaxime 2 x 1 gam i.v ditambah gentamisin 2 x 80 mg i.v dan metronidazol 3 x 500 mg oral selama 7 hari pada kedua kelompok. 6 Pada Pasien dengan kreatinin > 2 mg/dl, gentamisin ditunda dahulu.

· Pemberian deksametason 3 mg/ kg BB dalam 100 cc NaCl 0,9% drip selama 30 menit dalam NaCl 100 cc dilanjutkan 1 mg/kbBB bolus pelan-pelan, tiap 6 jam sampai 48 jam pada K2.20

4. Pada hari kedua dilakukan pemeriksaan kadar gula darah ulang dan elektrokardiografi untuk evaluasi efek samping obat.

5. Bila ditemui efek samping yang berat, seperti ulkus peptikum akut, hiperglikemia akut, hipokalemia, pemberian deksametason dihentikan dan dilakukan tindakan mengatasinya.

6. Jika setelah 7 hari SIRS belum hilang, perbaikan klinis ada, antibiotika diteruskan. SIRS menetap/ memburuk, berikan antibiotika sesuai hasil kultur + tes resistensi, atau jika hasil kultur steril , penggantian antibiotika lain/ dikonsultasikan ke Pembimbing substansi penelitian. Bila SIRS hilang antibiotika dihentikan.

7. Penelitian berakhir bila Pasien meninggal dunia sebelum 28 hari follow up atau setelah menjalani follow up 28 hari walaupun gejala SIRS masih ada.

8. Bila sebelum 28 hari setelah penatalaksanaan Pasien telah hilang gejala SIRS, Pasien dipulangkan dan di-follow up di Poliklinik Subbagian Tropik Infeksi Penyakit Dalam RSMH sampai 28 hari paska diagnosis sepsis ditegakkan.

Parameter keberhasilan: sembuh, bila < hari ke 28: kesadaran compos mentis, tanda SIRS hilang (minimal 3 hari berturut-turut). Sequele, bila dalam 28 hari perawatan masih terdapat gejala SIRS.

Data dimasukkan ke dalam program SPSS versi 11,0 for window dan dianalisis secara deskriptif dan analisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berlangsung bulan Maret- Desember 2005 dan didapat 37 Pasien sesuai dengan kriteria penyertaan dan penolakan, namun 5 Pasien dikeluarkan (13,5%). Pasien yang tetap masuk dalam penelitian adalah 32 orang (16 orang per kelompok).

Secara keseluruhan persentasi Subjek laki-laki 53,13%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Silva yaitu 57.6% dari seluruh Pasien sepsis adalah laki-laki 25, berbeda dengan Arifin di Solo yang melaporkan kejadian lebih banyak pada perempuan (57%)4. Pada kedua kelompok, rerata umur laki-laki 38,41 + 11,05 lebih tua dari rerata umur perempuan 34,87 + 9,53 (p = 0,342). Berbeda dengan Martin yang melaporkan sepsis cenderung terjadi pada usia yang lebih lanjut pada perempuan, yaitu rata-rata pada usia 62.1 tahun dibandingkan 56.9 tahun pada laki-laki. 26

Tabel 1. Karakteristik umum subjek penelitian


Karakteristik Kelompok 1 Kelompok 2 p

( n = 16 ) ( n = 16 )


Jenis Kelamin 0,723 ***

Laki-laki 8 (50%) 9 (56,25%)

Perempuan 8 (50%) 7 (43,75%)

Umur rerata (Tahun) 37,94 + 9,42 35,56+11,40 0,526 *

Berat Badan Relatif 0,719**

Underweight 8 (50%) 9 (56,25%)

Normoweight 7 (43,75%) 6 (37,5%)

Overweight 1 (6,25) 1 (6,25%)


*Uji t, **Uji Fischer, *** Uji chi-Sguare

Pada penelitian ini 53,13% Pasien adalah underweight, ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa BBR underweight berhubungan erat dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas.27 Mc.Clave menyebutkan Pasien yang kurang kalori-protein kecenderungannya untuk menjadi infeksi nasokomial dan sepsis adalah 2,5 kali daripada yang tidak.28

Tempat infeksi terbanyak adalah kelainan paru, sedangkan hasil kultur dan tes resistensi kuman kebanyakan positif adalah bakteri gram negatif. Tempat infeksi terbanyak adalah kelainan paru. Hasil ini sesuai dengan penelitian Widodo (45%)29, Hugonnet (47%)9.

Hasil kultur dan test resistensi berdasarkan kelompok kuman yang terbanyak adalah bakteri gram negatif (16,66%).Hal yang sama dilaporkan Widodo29.

Rerata SOFA score K1 2,75 + 2,294 sedangkan pada K2 2,81 + 2,167 (P=0,973). Sebaran jumlah SOFA score subjek penelitian antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Bilevecius melaporkan median SOFA score dari Pasien dengan kriteria SIRS, sepsis, sepsis berat dan syok sepsis berturut-turut :3, 4, 7, 5 dan 8.30

Pada K1 mortalitas 50%, pada K2 mortalitas 31,25% (p = 0,280). Kematian pada K1 terjadi pada rerata hari ke 3,88 + 3,14, pada K2 rerata hari ke 10 + 10,39 (P= 0,483). Schumer melaporkan pemberian deksametason dibandingkan plasebo mortalitasnya 9,3% dibanding 38,4 % 10.Rerata hari meninggal kedua kelompok tidak berbeda bermakna sama seperti dilaporkan Yildiz median lamanya hari meninggal KS dan non KS adalah 5 hari dan 5,5 hari.31

Pada K1 hilangnya SIRS pada rerata hari ke 8,38 + 4,66 sedangkan K2 hilangnya SIRS pada rerata hari ke 6,64 + 5,57. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna hari hilangnya gejala SIRS pada kedua kelompok. Hampir sama dengan Yildiz yang melaporkan median lama rawat Pasien sepsis yang diberikan KS dan tidak adalah 14 hari dan 13 hari.31

Efek samping pada K1 mual 12,5%. Pada K2, efek samping mual (12,5%), nyeri injeksi obat (75%) dan dugaan infeksi sekunder1 (6,25%). Efek samping secara statistik bermakna (p= 0,00), namun jika nyeri injeksi obat diabaikan, menjadi tidak bermakna. (p= 1,00). Efek samping tersebut juga dinilai tidak bermakna oleh penelitian Hoffman.32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan penelitian ini: penambahan deksametason dosis tinggi sampai 2 hari secara klinis dapat menurunkan mortalitas 28 hari, mempercepat hilangnya SIRS dan memperpanjang hari meninggal Pasien sepsis, walaupun secara statistik tidak bermakna.

Sebagai saran : penambahan deksametason dosis tinggi sampai 2 hari dapat dipertimbangkan untuk menurunkan mortalitas pada penatalaksanaan sepsis yang sesuai kriteria penyertaan dan penolakan penelitian ini. Dipertimbangkan dilakukan penelitian lain dengan dosis deksametason lainnya, waktu pemberian yang lebih panjang ataupun dengan Subjek penelitian dengan kriteria penyertaan dan penolakan lain untuk mendapatkan penatalaksanaan sepsis yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bochud PY, Calandra T.Clinical review: pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment, in: BMJ Volume 326 1 February 2003. page:262-266

2. Subronto YW, Loehoeri S. Profil pasien yang didiagnosis dengan septicemia di Bagian Penyakit Dalam RS Dr. Sarjito tahun 2002, dalam : Kumpulan Abstrak KOPAPDI XII Manado 2003.

3. Sya’roni A. Pendekatan dalam penatalaksanaan sepsis, dalam: Salim EM, Kurniaty N, Irawan R, Lumbantoruan I, Huda S, Asrizal, Editor: Makalah Lengkap Konferensi Kerja V PERALMUNI, Palembang 2003. Lembaga Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH Palembang. Halaman: 83-88.

4. Arifin A dan Hermawan AG. Prevalensi sepsis di RSUD dr. Moewardi Surakarta tahun 2004, dalam: Hermawan AG, Pramana TY dan Prasetyo DH, editor: Kumpulan Makalah Lengkap Kongres Nasional PETRI XI, PERPARI VII, PKWI VIII, PIT II PAPDI Cabang Surakarta. 2005. Halaman 105-110.

5. Pohan HT. Penangan sepsis secara paripurna, dalam: Acta Medica Indosiana 2003, vol. XXXV (suppl 1) : S19-23.

6. Sya’roni A. Sepsis, dalam: Salim EM, Hermansyah, Suyata, Sukandi E, Libriansyah, Suprianto I, editor: Standar Profesi Ilmu Penyakit Dalam. Lembaga Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Palembang.2002. Halaman:23-25.

7. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA et al. Accp/ sccm consensus conference: definition for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis, in: Chest 101.1992: Page 1644-1655

8. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS international sepsis definitions conference,in: Crit Care Med 2003 Vol. 31, No. 4

9. Hugonnet S, Sax H, Eggimann P, Chevrolet JC, and Pittet D. Nosocomial bloodstream infection and clinical sepsis in :Emerging Infectious Diseases , Vol. 10, No. 1, January 2004,page:76-81

10. Munford RS. Severe sepsis and septic shock, in: Kasper DL, editor: Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th. Edition. McGraw-Hill Company Inc.2005. Page:1606-1612.

11. Meisner M, Tschaikowsky K, Palmaers T and Schmidt J. Comparison of procalcitonin (PCT) and c-reactive protein (CRP) plasma concentrations at different SOFA scores during the course of sepsis and MODS,in:Crit care 1999.vol 3 no 1. Page: 45-50.

12. Silverman MH and Ostro MJ. Bacterial Endotoxin in Human Disease. Available from email: investorrelations@xoma.com

13. Hermawan AG. Pendekatan patobiologi reaksi inflamasi pada sepsis, dalam: Hermawan AG, Pramana TY, Prasetyo DH, editor: Kumpulan Makalah Lengkap Kongres Nasional PETRI XI, PERPARI VII, PKWI VIII, PIT II PAPDI Cabang Surakarta. Solo. UNS Press.2005. Halaman:91-96

14. Natanson C, Hoffman WD, Suffredini AF, Eichacker PQ and. Danner RL. Selected treatment strategies for septic shock based on proposed mechanisms of pathogenesis,in: Ann Intern Med. 1994;120: page: 771-783

15. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J et al. Surviving sepsis campaign guidelines for management of severe sepsis and septic shock, in: Crit Care Med 2004 Vol. 32, No. 3: page 858-873.

16. Veterans Administration Systemic Sepsis Cooperative Study Group. Effect of high-dose glucocorticoid therapy on mortality in patients with clinical signs of systemic sepsis, in: N Engl J Med 1987 Sep 10; 317, page:659-665. (ABSTRACT)

17. Lefering R, Neugebauer EA. Steroid controversy in sepsis and septic shock: a meta-analysis, in: Crit Care Med. 1995 Jul;23(7):1294-303 ( ABSTRACT)

18. Briegel J, Jochum M, Gippner C and Thiel M. Immunomodulation in septic shock: hydrocortisone differentially regulates cytokine responses, in: J Am Soc Nephrol 12, 2001: S70–S74

19. Annane D, Sébille V, Charpentier C, et al. Effect of treatment with low doses of hydrocortisone and fludrocortisone on mortality in patients with septic shock,in: JAMA. 2002;288:862-871.

20. Schumer W Steroids in the treatment of clinical septic shock, in: Ann Surg. 1976 Sep;184(3):333-341.(ABSTRACT)

21. Schwertz D. Pharmacology of the glucocorticosteriods, available from: http://www.uic.edu/ classes/pcol/ pcol331/dentalhandouts2005/dentlecture51.pdf.

22. Schimmer BP and Parker KL. Adrenocorticotropic hormone;adrenocortical steroid and their synthetic analogs; inhibitors of the synthesis and action of adrenocortical hormones, in: Hartman JG, Limbird LE and Gilman AG,editors: Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 10 th. Edition. Mc. Graw-Hill. 2001.Page: 1649-1677.

23. Baratawidjaja KG. Imunologi dasar edisi.5. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2002. Halaman: 380-383.

24. Hill GL.Buku ajar nutrisi bedah. C V Liary Cipta Mandiri. Jakarta. 2000. Halaman 84-89, 106-116

25. Silva E, Pedro MA, Sogayar ACB, Mohovic T, Silva CLO, Janiszewski M et al Brazilian sepsis epidemiological study (bases study), in: Critical Care 2004, 8:page: R251-R260

26. Martin GS., Mannino DM, Eaton S and Moss M. The epidemiology of sepsis in the United States from 1979 through 2000, in: The New England Journal of Medicine Volume 348 Number 16 April 17, 2003: page:1546-1554

27. Luder E and Alton I. The underweight adolescent in: Stang J, Story M (editors) Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005) 93, available from: http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm

28. McClave SA, Mitoraj TE, Thielmeier KA and Greenburg RA. Differentiating subtypes (hypoalbuminemic vs marasmic) of protein-calorie malnutrition: incidence and clinical significance in a university hospital setting ,in: Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, Vol 16, Issue 4, 1992. page: 337-342.

29. Widodo D. Antimicrobial treatment in management of severe infection and sepsis, dalam: Workshop Sepsis Kongres Nasional PETRI XI, PERPARI VII, PKWI VIII, PIT II PAPDI Cabang Surakarta. 2005

30. Bilevicius E, Dragosavac D, Dragosavac S, Araújo S, Falcão ALE and Terzi RGG. Multiple organ failure in septic patients, in: BJID 2001; 5 (June): page: 103-110

31. Yildiz O, Anay MD, Aygen B, Güven M, Timur FK and Tutus A. Physiological-dose steroid therapy in sepsis Turkey critical care 2002, 6: page:251-259

32. Hoffman SL, Punjabi NH, Kumala S, Moechtar MA, Pulungsih SA, Rivai AR et al.. Reduction of mortality in chloramphenicol-treated severe typhoid fever by high-dose dexamethasone, in: The New England Journal of Medicine Volume 310, Number 2, January 12, 1984.Page: 82-88.

Tidak ada komentar: